Masalah ini tampak sepele. Jika menjadi korban perbuatan pidana, bukankah tinggal datang saja ke SPKT? Namun pada prakteknya, hal tersebut seringkali tidak mudah. Ada banyak kasus dimana seringkali terjadi, laporan tersebut ditolak oleh pihak berwenang. Atau bahkan lebih buruk, laporan tersebut berbalik menjadi bumerang.
Karena itulah, Pelaporan, atau pembuatan laporan ke kantor polisi (SPKT, untuk pidana umum), seringkali sebenarnya tidak sesederhana yang tampak. Untuk melaporkan peristiwa atau perbuatan pidana, seseorang perlu memahami dengan baik masalah hukum pidana sebenarnya. Minimal memastikan bahwa peristiwa tersebut memang benar merupakan peristiwa pidana.
Ada banyak kasus dimana peristiwa yang dilaporkan itu masih kental aspek hukum perdatanya misalnya. Contoh adalah, masalah utang piutang.Investasi. Kerjasama. Masalah sengketa kepemilikan tanah. dst. Sering terjadi peristiwa perdata (piutang yang macet misalnya) dilaporkan ke polisi dengan pasal penipuan, atau penggelapan. Tentu saja polisi menolak menerima laporan yang tidak tepat tempat tersebut.
Polisi hanya menerima / memproses kasus pidana. Kasus perdata, diselesaikan di pengadilan negeri. Tidak perlu lewat polisi. Melainkan langsung melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri. Sehingga hal pertama yang perlu dipastikan sebelum membuat laporan adalah, memastikan bahwa peristiwa yang dilaporkan adalah perbuatan pidana.
Hal ini penting selain untuk memastikan laporan di terima pihak berwajib, juga untuk mencegah terjadinya serangan balik.Bayangkanlah, ketika kita melaporkan itu, pada dasarnya kita telah menuduh seseorang telah melakukan penipuan. Sedangkan yang terjadi ternyata adalah utang piutang, atau jual beli biasa. Tentu saja pihak yang disalah tuduhi itu akan marah, merasa difitnah, atau dicemarkan nama baiknya, atau telah merasa dilaporkan secara palsu.
Maka memang sebenarnya, sebelum membuat laporan, ada baiknya berkonsultasi dulu dengan pengacara atau advokat. Supaya bisa melaporkan dengan aman, mengurangi resiko. Hal penting berikutnya adalah, laporan kadang, bahkan sering ditolak, karena adalah perlu untuk meyakinkan bahwa peristiwa yang dilaporkan itu benar-benar peristiwa pidana. Dimana dalam hal ini pendampingan akan memberikan bantuan penjelasan, menjelaskan kepada petugas dengan argumentasi hukum yang baik, bahwa memang telah terjadi peristiwa pidana.
Memang secara psikologis, jika seseorang melaporkan dengan didampingi pengacara, petugas yang menerima laporan akan merasa mendapatkan dorongan bahwa yang dilaporkan memang merupakan peristiwa pidana, dan dengan demikian akan mencegah terjadinya penolakan terhadap laporan yang dibuat.
Adakalanya, petugas menolak karena misalnya tempusnya telah lampau lama sekali. Misalnya terjadi kasus perkosaan berbulan-bulan yang lalu, sehingga jika dilakukan visum, akan sulit mendapatkan bukti yang mendukung. Sehingga bisa terjadi kasus tersebut ditolak oleh petugas. Disinilah peran pengacara, untuk bagaimana menjelaskan bahwa misalnya, meskipun telah lewat berbulan-bulan, selama belum verjaring (daluarsa), itu tidak ada halangan untuk menerima laporan tersebut, dan menjelaskan bahwa visum bukanlah satu-satunya alat bukti. Dan seterusnya, banyak penjelasan yang bisa digunakan seorang pengacara untuk mendorong ditegakkannya hukum dan keadilan.