Konsultasi Hukum Terjangkau

Featured

Sejak beberapa hari ini, kami memutuskan untuk mengenakan tarif terhadap jasa konsultasi hukum yang kami sediakan.

Pada awalnya, konsultasi hukum yang kami sediakan adalah sifatnya free, bebas biaya. Namun adakalanya mengenakan tarif bebas biaya, tidak berdampak positif terhadap kami, maupun client.

Kok bisa? entah mengapa, kami mendapati sebagian pihak, sepertinya kurang menghargai kesungguhan pengacara-pengacara kami jika kami mengenakan bebas tarif. Dalam arti, janjian yang dibatalkan sepihak. Atau molor tidak tentu waktunya. Atau seolah ada pandangan jika konsultasinya bebas biaya, pendapat hukum kami menjadi kurang berbobot. Atau sebab-sebab lainnya.

Kami menggunakan format bbrp pengacara dlm menangani konsultasi satu client karena kami ingin dari awal mendapatkan gambaran secara lebih utuh masalah yang dihadapi client, ingin memahami lebih menyeluruh, supaya bisa mendapatkan solusi terbaik.

Padahal, dalam hal konsultasi, kami sering mengenakan format tiga pengacara. Artinya ada tiga orang yang memiliki kualifikasi seperti pengacara yang kami kerahkan supaya bisa menangkap permasalahan client dengan baik, dan memecahkan masalahnya secara efektif. Kami jarang menggunakan format satu orang satu client dalam hal konsultasi hukum.

Tujuan utama kami tak lain adalah bisa mendalami masalah hukum yg dihadapi client kami dengan sebaik-baiknya. Mengapa kami menggunakan format seperti itu?

  • Pertama, karena masalah hukum, sangat sering bersifat multi-dimensi. Satu kasus, sangat sering terjadi mengandung aspek hukum perdata, hukum pidana, atapun hukum lainnya sekaligus. Atau satu perkara pidana sekalipun, adakalanya membutuhkan pandangan dari ahli hukum pidana materiil (menguasai konsep-konsep hukum pidana yang mendasar), dan juga ahli hukum pidana formil (hukum acara, berperkara di pengadilan, prakteknya).

    Sehingga adalah sangat penting, dalam menangani kasus, diperlukan tiga kepala yang berbeda-beda perspektif nya (tiga keahlian yang berbeda). Sehingga dengan demikian, analisis kasus yg kami lakukan kaya dengan perspektif, lebih menyeluruh hasil analisisnya. Ini sangat penting dalam membantu kami menyelesaikan masalahnya. Sangat-sangat penting.

    Ibaratnya adalah, anda sakit jantung, maka kami seketika menyediakan beberapa dokter spesialis sekaligus. Dokter spesialis pengakit dalam / Internis, dokter spesialis jantung, dan spesialis bedah jantung sekaligus. Sehingga, sangat menyeluruh analisis yang diberikan.
  • Kedua, karena dalam taahap konsultasi hukum inilah, banyak sekali masalah hukum terselesaikan dengan baik. Awal yg baik adalah separuh dari keberhasilan. Diagnosis yg baik, adalah separuh kesembuhan. Jika diagnosisnya telah tegak, maka solusi sebenarnya telah kita peroleh dengan sendirinya. Maka karena itu kami fokus pada tahap konsultasi. Dan pengalaman kami menunjukkan, hampir 70% lebih solusinya kita dapatkan dari konsultasi itu sendiri.
  • Pengerahan tiga kepala utk menangani satu client, sudah pasti membutuhkan biaya yang tidak ringan. Namun hal tsb kami pilih utk memberikan yang terbaik utk client kami.

Tiga alasan diatas kami rasa sudah cukup kuat sebagai alasan pengenaan tarif. Alhamdulillah sejauh ini berjalan cukup baik. Dalam arti kami lebih mudah menangkap permasalahan client lebih cepat, lebih mudah mendapatkan solusi terbaik, dst.

Tarif juga sebenarnya fleksible. Kami juga tetap melayani prodeo jika client benar-benar tidak mampu (dengan SKTM). Dengan cara tersebut, kami berharap bisa tetap membantu masyarakat yang menghadapi masalah hukum dengan baik.

Hukum Pidana dan Pengacara : Sebagai Upaya Terakhir

Adakalanya client datang kepada kami, utk meminta jasa pendampingan. Bukan sebagai terlapor. Melainkan ingin melaporkan pihak lain sebagai terlapor. Melapor pidana tentunya.

Pada dasarnya, melapor adalah hak hukum setiap orang yang merasa dirugikan secara pidana oleh pihak lain. Sehingga betul kami tidak berhak menghalangi.

Namun, sudah menjadi keyakinan kami, bahwa hukum pidana haruslah ditempatkan sebagai ultimum remidium. Artinya sebagai jalan terakhir bila upaya lain tidak memberikan solusi lagi.

Hal tersebut kami lakukan, baik ketika client kami datang sebagai terlapor, ataupun sebagai pelapor. Hal tersebut adalah sebagai usaha menghindari penggunaan bazoka utk membunuh nyamuk. Artinya, tidak menggunakan usaha terlalu besar utk menyelesaikan masalah yang kecil.

Adakalanya masalah tampak besar ketika kita melihatnya dalam suasana hati yg emosional. Sehingga keputusan yg kita ambil tidak lagi rasional. Akibatnya, penggunaan hukum pidana menjadi usaha yg berlebihan untuk menyelesaikan masalah kecil. Kerusakan yg ditimbulkan terlalu besar dibandingkan masalahnya itu sendiri.

Hukum pidana, adalah hukum yg keras, sekalipun kita semua telah berusaha membuatnya lunak dengan berbagai upaya. Namun pidana, sebagai penjatuhan nestapa terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana, bagaimanapun adalah ibarat mengiris daging sendiri.

Karena yg kita jatuhi pidana tersebut juga adalah merupakan anggota masyarakat kita itu sendiri. Bahkan di banyak kasus, seringkali adalah orang2 terdekat mereka sendiri (suami, istri, keluarga sendiri, teman sendiri, dst).

Maka dari itu, dalam menggunakan hukum pidana terhadap client kami, kami selalu berusaha meredam emosi mereka terlebih dahulu. Agar tdk timbul penyesalan di waktu yang akan datang.

Hukum pidana, tidak selalu efektif terhadap semua masalah. Artinya, tidak semua masalah akan selesai dgn baik dengan jalan menggunakan hukum pidana.

Hukum pidana memiliki keterbatasan. Dia hanya fokus pada bgmn menjatuhkan sanksi pada pembuat pidana. Sangat sedikit concern nya terhadap korban misalnya. Atau pada efektivitas penjatuhan sanksi tersebut terhadap masalah yg dihadapi.

Maka ketika client datang dan mengharapkan kami utk menggunakan pendekatan hukum pidana, maka kami coba lakukan analisis terlebih dahulu, apakah benar masalah yg dia hadapi membutuhkan solusi hukum pidana?

Pertanyaan utamanya selalu adalah, apakah sebenarnya isu yg dihadapi oleh client kami tersebut?

Bahkan ada banyak waktu kami mempertanyakan, apakah perlu menggunakan pendekatan hukum? Jangan-jangan pendekatan diluar hukum bisa jauh lebih efektif? Pendekatan kekeluargaan misalnya? Musyawarah? Mediasi?

Jikapun masuk ke jalur hukum, maka tidak serta merta melompat ke pendekatan hukum pidana. Bisa jadi kami akan mencoba menganalisis apakah pendekatan hukum perdata bisa lebih efektif misalnya?

Client kami sarankan untuk berhati-hati jika ada penasihat hukum, atau pengacara yang bernafsu untuk membawa setiap masalahnya masuk ke jalur hukum, terutama membawa ke jalur hukum pidana.

Mengapa? Menempuh jalur hukum pidana perlu persiapan ekstra, memerlukan persiapan pembuktian yang cermat. Agar tidak menjadi bumerang si client.

Penasihat hukum atau advokat yang bernafsu membawa ke jalur hukum, kami khawatirkan tidak terlalu berorientasi pada kepentingan atau keselamatan client.

Adakalanya masukan kami tidak memenuhi harapan atau emosi client, namun kami tetap berpendapat, bahwa kami memiliki kewajiban untuk menjaga keselamatan client agar tidak terjerumus di belantara hukum.

Masalah Perselingkuhan Bisakah dipidana?

Pertanyaan:

Bisakah perselingkuhan dipidanakan?

Jawaban:

Seluk Beluk Hukum dalam Perselingkuhan

Pada dasarnya, istilah perselingkuhan tidak dikenal dalam konsep hukum pidana kita. Artinya, karena tidak ada pengaturan pidana tentang perselingkuhan, maka sesuai dengan asas legalitas, maka tidak bisa menjatuhkan pidana terhadap perselingkuhan.

Namun demikian, perselingkuhan sebagai perbuatan melanggar norma, juga tidak memiliki batasan yang jelas. Sejauh mana sebuah perbuatan dianggap sebagai perselingkuhan? Kata-kata mesra? atau hingga harus sampai terjadi hubungan suami istri?

Sehingga, kita harus menunggu batasan yang jelas dari pembuat undang-undang (legislatif bersama eksekutif) dari apa yang disebut perselingkuhan dan dimasukkan ke dalam uu, lalu diundangkan. Sampai hal tersebut dilakukan, maka belum ada pemidanaan terhadap perselingkuhan.

Namun, dari banyaknya macam atau bentuk perselingkuhan yang biasa dikenal dalam masyarakat, ada bentuk-bentuk perbuatan yang bisa dipidana. Maksudnya adalah, perselingkuhan itu kan bisa terdiri dari banyak perbuatan yang lebih detil. Misalnya, perzinahan, pentransmisian gambar atau foto yang melanggar kesusilaan, atau kata-kata cabul yang melanggar kesusilaan (chat), dst.

Beberapa bentuk perbuatan dari perselingkuhan yang bisa dipidana diantaranya adalah:

Perzinahan (overspell).
Pasal 284 ayat (1) KUHP menyatakan:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria yang telah kawin yang melakukan zina (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.

Permasalahan dari perzinahan ini adalah ada pada pembuktiannya yang seringkali rumit. Mengapa? karena perbuatan tersebut umumnya dilakukan di dalam ruangan tertutup. Bekasnya juga tidak selalu ada. Sehingga ibarat buang angin, nyata baunya, sulit dilihat bentuknya. Tentu teknologi membantu. Bisa dilakukan visum terhadap si perempuan jika terjadi hubungan badan, sehingga dihasilkan alat bukti surat, yang cukup kuat kekuatannya dalam proses pembuktian di pengadilan.

Pembuktian merupakan roh dari peradilan. Tanpa bukti yang kuat, tuntutan hanya akan sia-sia dan buang waktu. Bahkan bisa menjadi bumerang bagi si pelapor. Maka sebelum menggunakan pasal perzinahan, harap pastikan telah ada bukti-bukti yang kuat. Jangan hanya karena emosi secara membabi buta melakukan pelaporan.

2. Mengirimkan gambar telanjang (foto)
Perbuatan ini, akan melanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE, yang pada prinsipnya adalah larangan untuk melakukan transmisi atau distribusi terhadap muatan elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan.

Pembuktian terhadap perbuatan ini umumnya relatif lebih mudah terutama jika buktinya telah jelas, dan bisa dicetak atau screenshot.

3. Kata-kata cabul, obrolan mesum lewat chat.

Perbuatan ini juga masuk dalam jangkauan Pasal 27 ayat (1) UU ITE diatas.

4. Penelantaran

Adakalanya, si istri karena ditinggal selingkuh, dan suami keluar dari rumah, anak dan istrinya ditelantarkan, tidak diberikan nafkah. Perbuatan ini juga termasuk penelantaran.

5. KDRT

Akibat perselingkuhan, kadangkala timbul gesekan di dalam rumah tangga, dan akibatnya timbul pertengkaran lalu terjadi kekerasan terhadap istri. Dalam hal ini terjadi pelanggaran terhadap UU PKDRT (penghapusan kekerasan dalam perbuatan rumah tangga). Alat bukti paling kuat dalam hal ini adalah visum et repertum. Ketika terjadi kekerasan segera lapor ke SPKT polres atau polsek terdekat untuk lapor dan diarahkan untuk melakukan visum. Kelak, alat bukti tersebut itulah yang akan berbicara kuat di persidangan.

Pasal-pasal tersebut meskipun mengatur secara tegas perbuatan-perbuatan dimaksud, pada dasarnya tidak mengatur secara langsung dari perselingkuhan itu sendiri. Karena tidak semua perselingkuhan memiliki unsur perbuatan-perbuatan diatas. Sehingga langkah diatas hanyalah sebagai penafsiran secara analitis, sempit terhadap sebagian dari rangkaian perbuatan perselingkuhan.

Utang Tidak Dibayar, Malah Dilaporkan UU ITE

Pertanyaan:

Mohon ijin admin mau sharing dibantu solusinya

Saya posting di wa pribadi saya dengan foto seseorang dengan tulisan hari hati dengan orang ini DPO saya update status seperti itu karena saya kesal dengan orang tersebut karena mempunyai sejumlah hutang yang sampai saat ini belum dibayar juga pada tanggal 9 Desember 2019 janji mau dibayar setelah ditunggu sampai dengan tanggal 10 Desember 2019 tidak juga memperlihatkan itikad baik bahkan wa saya di-block oleh orang tsb.yang jadi permasalahan adalah dari pihak keluarga mereka akan melaporkan saya dengan uud ITE perihal kejadian tersebut.jauh sebelum kejadian ini saya sudah membicarakan dengan fihak orang tuanya dan orang tuanya pun sudah angkat tangan terhadap permasalahn ini .pertanyaannya apakah update status saya tsb bisa dilaporkan ke pihak yang berwajib dan bagaimana solusinya sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas perhatiannya

JAWAB:

Pertama perlu kami ingatkan, sebagaimana tulisan kami sebelumnya, bagaimana seringkali satu masalah hukum (utang piutang dalam hal ini) bisa melebar menjadi masalah hukum pidana. Kasus diatas adalah salah satu contohnya.

Kedua, mengenai masalaha tulisan DPO terhadap orang yang berutang (si debitor) apa boleh buat, memang termasuk dalam jangkauan pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang pada pokoknya melarang mentransmisikan informasi elektronik yang mengandung muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Bahkan jika pun benar ybs memiliki utang, tidak diperbolehkan oleh hukum untuk mempermalukannya, mencemarkan nama baiknya, atau melakukan penghinaan. Perbuatan diatas jika mengacu kepada KUHP malah bisa dikategorikan sebagai fitnah (ps 311).

Ketiga, saran kami, dalam hal utang piutang sebaiknya diselesaikan melalui jalur perdata. Ajukan gugatan jika perlu. Jangan terpancing emosi sehingga menjadi pihak yang dirugikan.

Keempat, karena masalah telah telanjur menjadi sedemikian rupa, langkah pertamanya menurut kami sebaiknya lakukan pendekatan personal, mediasi, kekeluargaan. Delik diatas termasuk delik aduan, masih bisa dicabut jika pelapor menghendaki. Jika perlu gunakan jasa mediator atau pengacara, atau pihak yang sekiranya mampu menengahi kedua belah pihak.

Demikian saran kami.

Masalah Tarif Pengacara / Advokat

Pertanyaan:
Bagaimana kita mengetahui tarif seorang pengacara itu mahal atau murah?

Jawaban:

Tarif: Masalah Sensitif

Sebagai negara berkembang, secara umum, masalah tarif secara umum adalah masalah yang sangat sensitif bagi sebagian besar masyarakat kita. Termasuk dalam hal ini adalah tarif seorang pengacara.

Hal ini adalah terutama karena struktur demografi masyarakat kita masih didominasi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, sehingga sensitivitas mereka terhadap harga barang/jasa relatif tinggi. Selisih harga atau tarif sedikit akan menghasilkan perubahan keputusan mereka.

Sedangkan, efektivitas putusan tersebut, tidak selalu ditentukan oleh tinggi atau rendahnya suatu tarif. Artinya, adakalanya tarif tinggi tidak selalu memberikan hasil yang memenuhi harapan seorang client. Sebaliknya, kadang pengacara dengan tarif tidak mahal, bisa memberikan hasil diluar ekspektasi.

Akibatnya, seringkali terjadi perang harga, tanpa disertai perang kualitas layanan. Karena masyarakat sendiri cenderung buta dalam hal menentukan kualitas layanan yg diberikan seorang pengacara.

Masyarakat, seringkali kesulitan menilai seseorang merupakan pengacara yang berkualitas atau tidak. Sedangkan popularitas seorang pengacara seringkali tidak menentukan kualitas keilmuannya, atau kualitas layanan jasa hukumnya.

Sedangkan, perbedaan kualitas antar pengacara yang satu dengan pengacara lainnya itu bisa jadi sangat tajam. Artinya, kualitas pengacara yang ada di pasar jasa hukum, bervariasi sangat lebar. Dari yang sangat buruk, hingga sangat baik.

Perlu kejelian memilih pengacara yang baik atau buruk, sehingga tidak keliru mendapatkan tarif. Pengacara yang baik, layak menetapkan tarif tinggi, demikian pula sebaliknya pengacara yang masih belajar, tdk perlu memaksakan diri memasang tarif tinggi.

Maksudnya adalah, ada banyak jenis, atau kualitas pengacara. Ada yang bagus, ada yang sedang, dst. Masyarakat perlu belajar melakukan penilaian kualitas pengacara, bukan hanya melakukan penilaian terhadap tarifnya.

Berpegangan pada tarif saja dalam hal memilih seorang pengacara, akan mengakibatkan kontraproduktif terhadap masalah yang dihadapi. Karena masalah hukum yang dihadapi, bukan hanya ditentukan oleh tarif pengacara, melainkan justru berangkat dari kualitasnya terlebih dahulu.

Kami menyarankan dalam menentukan/memilih seorang pengacara, lebih baik fokus pada usaha melakukan penilaian terhadap kualitas nya terlebih dahulu, baru bicarakan tarifnya. Tenang saja, toh kualitas pengacara yang bagus bisa juga didapatkan dari pengacara yang katakanlah belum memiliki nama besar, atau baru berdiri.

Bagaimana cara mencari tahu atau menentukan kualitas seorang pengacara? Ini bagian yang tersulit. Namun anda akan bisa menemukannya dalam masa-masa konsultasi awal. Perhatikan kedalaman ilmunya, perhatikan keseriusannya, perhatikan pengalamannya, sampai perhatikan integritasnya, kejujurannya, dst.

Tarif: Bukan satu-satunya faktor penting

Jika dari awal hanya tarif saja yang dia bicarakan, tidak fokus ke masalahnya, maka anda bisa hindari ybs drpd buang waktu. Atau hanya membicarakan jalur-jalur belakang, koneksi, nepotisme, dst tanpa menyentuh substansi perkara, ini juga tidak usah didengarkan lebih jauh.

Seorang ahli hukum, akan bisa berbicara dengan bahasa hukum yang baik jika diperlukan dalam menjelaskan kepada client nya, juga bisa menerjemahkan ke dalam bahasa awam supaya client nya mengerti tentang masalah hukum yang dihadapinya.

Pada akhirnya, mahal atau tidaknya tarif seorang pengacara, tidak bisa dilihat hanya dari nominal nya saja. Namun pertama, dari segi kualitas layanan yang diberikan. Kedua, dari kompleksitas atau tingkat kerumitan masalahnya itu sendiri.

Adalahnya masyarakat terbalik-balik. Terhadap masalah yang kompleks dan rumit, mereka menghendaki tarif yang rendah sekali. Sedangkan terhadap masalah yang sesungguhnya mudah sekali, malah bersedia mengeluarkan tarif mahal.

Contoh: Ketika seorang client menghadapi kasus TPPU (pencucian uang) misalnya, itu beban pembuktiannya terbalik, sehingga melakukan pembelaan, atau membangun argumentasi hukumnya tidak mudah. Namun adakalanya masyarakat, atau si client tsb, tidak menyadari bahwa ancaman pasal-pasal TPPU sangat serius, maksimal 20 tahun, denda 10 Milyar. Sehingga justru disini dibutuhkan pengacara, bahkan tim pengacara yang tangguh dan kompeten.

Pembelaan diri?

KONSULTASI HUKUM

Pertanyaan:

Halo selamat sore..begini saya ada case.. kalau misalnya kita kena SARA (dimaki orang smpai ke ras suku agama ) kira2 kalau kita pukulin orang yang bilang begitu ke kita.. kira-kira masuk ke pasal 49 KUHP tidak (pembenaran diri karena diserang ) ?

Jawaban LBH Nurani:

Pertama, Pasal 49 KUHP adalah tepatnya tentang nodweer (pembelaan diri). Untuk disebut sebagai pembelaan diri, ada syarat-syarat yang harus terpenuhi, yakni:
1. harus ada serangan atau ancaman serangan,
2. serangan tersebut sekonyong-konyong, atau setidaknya tidak lama, dan bersifat melawan hukum
3. serangan terhadap tubuh, harta benda, kehormatan, kesusilaan.
4. pembelaan tsb seimbang dengan serangannya

Sehingga, jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka dia tidak bisa dikatakan sebagai pembelaan paksa (noodweer).

Serangan berupa kata-kata (verbal), kami tidak yakin dapat disebutkan sebagai bentuk serangan (kriteria nomor 3). Menyerang kerhomatan pada point nomor 3 sifatnya adalah kehormatan yang bersifat seksual. Jika serangannya terhadap nama baik, maka jatuhnya adalah pada bab penghinaan KUHP. Jika dilakukan lewat media elektronik, maka bisa digunakan pasal UU ITE.

Kedua, perbuatan memukuli si pelaku penghinaan, hanya akan membawa si pelaku perbuatan memukuli tersebut terjerat pada perbuatan pidana penganiayaan. Deliknya bergantung pada tingkat luka yang ditimbulkan. Semakin berat lukanya semakin berat pidana nya. Sebaiknya hindari perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting) supaya tidak terjadi menyelesaikan masalah hukum dengan menimbulkan akibat hukum bagi diri sendiri. Menyelesaikan masalah hukum (pidana) lakukan lewat jalur hukum pidana. Demikian yang dapat kami sampaikan. Terimakasih.

Kerjasama Gagal (merugi), Bisakah dipidana?

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr wb..sekira na ada yg berkenan untuk membantu sy

Awal na sy kerjasama dengan seorang oknum ..dia menyediakan dana sebesar 420.000.000 untuk penyewaan 10 unit dumptruk..dan sy menyanggupi setoran harian sebesar 1.600.000/hari/unit…dan ternyata meleset dari ekspetasi sy pak..

Usaha itu merugi…total uang yg sy sdh kembalikan sebesar 320.000.000 dan sy memberikan ajb tanah istri sy seluas 75m2 senilai 100.000.000…karena kekurangan modal beliau itu sekitar 100.000.000…

Nah beberapa bulan kemudian. Dengan itikad baik saya menemui beliau dan membawa orangtua saya beserta surat rumah orang tua sy seluas 1000m2, maksud sy meminta bantuan beliau.

Saya minta beliau bantu pengurusan surat itu dari ajb ke sertifikat dan setelah jadi sy mau jaminkan ke bank untuk sebagian membayar ke beliau.

Dan sisanya sy pakai buat modal usaha. Tapi beliau mau membantu dengan syarat begitu sertifikat rumah sy jd, beliau mau pinjam 1 milyard. Ya jelas orang tua saya tidak mau pak. Dan di situ dia menjelaskan bahwa sy berhutang 250.000.000 kepada beliau.

Saya kaget sekali pak. Karena usaha itu rugi dan dia memutuskan secara sepihak usaha yg baru berjalan 30 hari…Sekitar 2 bulan kemudian beliau mengutus anak buah na untuk memanggil saya karena saya memang tidak menipu. saya datang dan temui oknum tersebut.

disana sy di minta membuat dan menandatangani surat perjanjian dimama isi surat tersebut adalaj..sy di beri waktu 4 bulan untuk segera menyelesaikan atau sy menyerahkan surat rumah orangtua sy sebagai jaminan…waktu 4 bulan itu sudah lewat..

dan skrg rumah orang tua sy sering di datangi dan di intimidasi oleh oknum2 anak buah beliau…senin bsok mereka memaksa untuk bertemu dengan sy..

Apakah yg harus sy lakukan ?? Apakah unsur sy memenuhi dasar penipuan ??apakah sy bs melaporkan oknum tersebut atas dasar pemerasan??

Update terbaru…hari jumat sy di jemput paksa oleh 4 orang anak buah na..di bilang mau di bawa untuk membuat surat pernyataan..dan nyata na sy di bawa ke kantornya dan sy di titipkan disana selama 24 jam..di sana pihak tersebut membuat laporan..lalu sy di bap sebagai saksi..tp sy kemudian di lepas dengan penjamin ibi sy dan di kenakan wajib lapor

Jawaban LBH Nurani:

Pertama, untuk pemidanaan, kita perlu memperjelas pasal yang digunakan sebagai dasar pemidanaan. Diatas tidak disebutkan rekan anda tersebut menggunakan pasal apa sebagai dasar pemidanaan. Namun anda menduga digunakan pasal penipuan. Maka baiklah kita gunakan pasal penipuan (KUHP) sebagai dasar analisis.

Pasal 378 KUHP menyatakan:

Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Kita tidak akan mengulas unsur-unsur tersebut diatas satu persatu secara mendetail karena akan menjadi terlalu panjang. Toh dalam hukum pidana, ketidakterpenuhan satu unsur saja, sudah cukup untuk tidak terpenuhinya rumusan delik, sehingga tidak dapat dijatuhi pidana (dibebaskan).


Dari rumusan delik diatas, anda bisa lihat, bahwa yang disebut penipuan, hanya bisa dilakukan dengan cara-cara yang bersifat alternatif, dan limitatif, yakni menggunakan nama palsu, tipu muslihat, ataupun menggunakan rangkaian kebohongan, dst sebagaimana disebutkan saja. Jika cara-cara tersebut diatas tidak anda gunakan, maka itu bukan penipuan.


Kemudian penipuan, juga harus dilakukan dengan “maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum”.
Sehingga, jika unsur-unsur inti tersebut tidak terpenuhi salah satu saja, maka juga tidak ada pidana.

Apa yang anda lakukan dengan oknum tersebut pada dasarnya adalah kerjasama bisnis, bukan untuk menguntungkan diri sendiri ataupun orang lain diluar anda dan oknum. Kedua belah pihak menerima keuntungan. Bahwa kemudian kerjasama tersebut tidak berjalan sesuai rencana, maka hal tersebut merupakan resiko bisnis.

Meskipun ada perjanjian tertulis tentang bagi hasil, jika perjanjian tersebut tidak terpenuhi, maka hal tersebut merupakan wanprestasi. Wanprestasi merupakan wilayah hukum perdata. Bukan pidana (tidak perlu penjara). Diselesaikan melalui peradilan perdata (tdk ada polisi ataupun jaksa, melainkan hanya penggugat, anda, dan hakim). Dalam hal wanprestasi, tinggal sampaikan ke hakim pembelaan anda, sampaikan kendala-kendala, atau alasan mengapa sampai merugi.

Sehingga jika si oknum memberikan mekanisme yang rumit dalam menyelesaikan masalah tersebut diatas, maka sampaikan saja untuk diselesaikan melalui pengadilan (jalur perdata). Tidak bisa melalui pidana. Jika memaksa dan tidak terbukti, anda bisa melaporkan balik. Daripada ribet, kami sarankan untuk menyelesaikan lewat jalur perdata saja.

Sekarang mengenai perbuatan mengancam, memeras, dst itu bisa dilaporkan sebagai perbuatan pidana. Jika pelakunya orang awam, laporkan ke Polres terdekat, atau Polres sesuai TKP. Jika pelakunya oknum, maka laporkan ke Irwasda (propam).

Demikian saran kami.

Masalah Pengancaman, pengakuan utang, dan Pemerasan

Pertanyaan:

Teman saya dituduh mencuri di tempat kerjanya, tidak ada bukti sebenarnya. Tp krn atasannya terlalu menekan, akhirnya dia TERPAKSA mengakui. Disitu dia cuma disuruh menwmbalikan yg diambil, dan teman saya setuju (krn katanya dr pada makin panjang masalahnya, gapapa lah ku bayar aja)
Singkat cerita setelah beberapa minggu kemudian, dia dipanggil lg ke rumah bos nya, alasan bos memanggil dia katanya untuk membuat surat perdamaian. Namun ternyata disana dia dipaksa menandatangani surat pernyataan yg menyatakan dia mengakui kalau dia mengambil barang2 bos nya senilai 500jt. Dia mengelak, tapi krn selalu di intimidasi akan di panggil polisi, akhirnya surat itu ditanda tangani.
Hari ini, ada orng suruhan bos yg datang kerumah teman saya untuk mengambil/menyita semua barang2 yg ada di rumahnya. Termasuk motor &mobil. Mereka selalu mengancam akan membawa masalah ini ke hukum.

Saya minta pencerahan kepada saudara semua, bagaimana tanggapan &apa yg harus dilakukan oleh teman saya tersebut ?

JAWABAN LBH Nurani

Pertama, kami tegaskan bahwa dalam hukum acara pidana, yang digali adalah kebenaran materiil. Artinya kebenaran yang sesungguh-sungguhnya terjadi. Meskipun ada bukti surat yang ditandatangani, namun jika bertentangan dengan kebenaran materiil, maka akan hilang kekuatan pembuktiannya.

Ini kami asumsikan bahwa teman tersebut tidak mencuri, dan justru mengalami pemaksaan pengakuan utang (jika ternyata memang benar mencuri, maka analisisnya akan berubah). Jika bisa membuktikan bahwa pengakuan tersebut dibawah paksaan, maka bisa mendapatkan alasan pemaaf. Sehingga tidak jatuh pidana. Sedangkan pelaku pemaksaan bisa dipidana dengan pasal 368 ayat (1) KUHP tentang pemerasan. Ancamannya sembilan tahun penjara.

Kedua, perbuatan mengambil atau menyita barang2 tanpa putusan pengadilan adalah melanggar hukum dan bisa dikenakan pasal perampasan. Sekalipun si teman diatas benar melakukan pencurian, maka tugas aparat penegak hukum untuk menangkap dan menjalankan proses hukum pidana, bukan wewenang sembarang orang.

Demikian pendapat kami.

Dianiaya Pacar

Pertanyaan:

Assalamualaikum
saya (wanita) abis dianiaya sama pacar saya sudah divisum dan kata kepolisian cuma luka ringan tidak sampe dipenjara hanya disuruh bayar pengobatan tapi saya ingin pacar saya dipenjara …
mohon pencerahannya bapak/ibu

Jawaban LBH Nurani

Waalaikumsalam wr wb,


Penganiayaan, merupakan perbuatan pidana yang diatur dalam Pasal 352 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) sebagai bagian dari perlindungan terhadap nyawa manusia.

KUHP sendiri tidak memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud sebagai penganiayaan. Namun secara umum dapat diterima bahwa yang dimaksud sebagai pengayniayaan adalah perbuatan dengan sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pain), atau luka terhadap si korban.

KUHP mengatur masalah penganiayaan dalam beberapa pasal, mulai Pasal 351 hingga pasal 358. Hanya saja yang memenuhi peristiwa diatas, yang sesuai dengan kasus diatas adalah Pasal 352 KUHP dengan ancaman pidana tiga bulan.

Jika memang bukti-buktinya cukup lengkap (visum et repertum khususnya), maka besar peluang perbuatan si pacar tersebut untuk dapat diteruskan secara hukum dan dipertanggungjawabkan secara hukum pidana. Langkah nya tinggal datang ke SPKT (sentra pelayanan kepolisian terpadu) atau Polres atau Polsek setempat untuk membuat laporan. Semoga membantu.

Mentransmisikan atau Mendistribusikan Muatan Yang Melanggar Kesusilaan dalam UU ITE

Pertanyaan:
Apabila seorang X mengirim video Tindak Pidana yang mengandung Asusila seorang Y melalui pesan WhatsApp antar pribadi kepada seorang Z, lalu tanpa sepengetahuan X video itu disebar oleh Z melalui media sosial seperti Facebook, lalu kemudian Y melakukan laporan pidana UU ITE kepada Z.

Pertanyaannya apakah X bisa kena sanksi pidana juga antara laporan Y kepada Z (orang yang pertama kali menyebarkan ke Facebook) ?

Mohon pencerahannya.
Terimakasih.

Jawaban LBH Nurani

Pasal 27 ayat (3) UU ITE (UU Nmor 19 Tahun 2016 atas perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) melarang:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Kata kunci dari perbuatan X dan Y adalah ada pada kata “mentransmisikan” dan “mendistribusikan”.

Istilah “Mendistribusikan” berdasarkan penjelasan pasal 27 ayat 1, adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui sistem Elektronik. Sedangkan “mentransmisikan” adalah mengirimkan Informasi Eleketronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui sistem Elektronik.

Menurut hemat kami, perbuatan si X bisa memenuhi unsur mentransmisikan, sedangkan perbuatan si Y memenuhi unsur perbuatan mendistribusikan.

Sehingga, secara garis besar perbuatan X dan Y pada prinsipnya memenuhi rumusan delik. Untuk jatuhnya pidana (dikenakan sanksi pidana), step pertama adalah terpenuhinya rumusan delik. Step kedua, pengujian apakah ada alasan pemaaf atau pembenar. Untuk menguji hal tersebut diperlukan informasi lebih jauh.