Hindari Pengacara Dua Kaki !!!

Dalam dunia lawyer / pengacara, tidak jarang kita temukan, pengacara yang berdiri diatas dua kaki. Artinya, pengacara tersebut membela dua kepentingan sekaligus, yakni kepentingan client nya, dan kepentingan lawan! Sedangkan dua kepentingan tersebut berlawanan!!!

Secara lebih tegas, pengacara atau lawyer tersebut memanfaatkan konflik yang ada, antara dua pihak untuk mencari keuntungan pribadi. Hal tersebut bisa terjadi melalui beberapa modus. Pertama, pihak pengacara lawan, atau bahkan pihak lawan itu sendiri yang mendekati pengacara itu sendiri. Lalu bersekongkol dengan berbagai macam kesepakatan. Kedua, si pengacara memang pada dasarnya sudah biasa melakukan hal yang tidak etis tersebut, dan dengan sengaja memilih mendekati pihak lawan !!!

Baik cara yang pertama, maupun cara yg kedua, sudah pasti merupakan perbuatan yang tidak etis. Sifatnya khianat. Tidak manusiawi. Sangat tega.

Kami berdoa, semoga kami lawyer-lawyer di kantor untuk menghindari perbuatan yang keji dan terkutuk tersebut diatas. Client kami, bahkan yg pro bono (gratisan) sekalipun, kami berusaha menjauhi perbuatan khianat tersebut. Itu adalah salah satu dosa besar, dimana disebutkan salah satu dosa besar adalah ketika diberikan kepercayaan, dia khianat. Sifat munafik.

Itulah mengapa dalam tulisan-tulisan kami selalu kami tekankan, dua karakter utama yang wajib dimiliki oleh seorang lawyer adalah: Kompeten dan Amanah.

Di lapangan, perbuatan khianat tersebut, kadang sulit dideteksi, sering terjadi namun tidak tampak secara jelas. Karena tentu saja hal-hal tersebut dilakukan di belakang layar. Sulit utk dibuktikan, namun nyata adanya.

Pengacara atau lawyer yang melakukan perbuatan tercela spt itu, pada dasarnya telah merusak nama baik profesi lawyer. Merusak kehormatan profesi pengacara. Merendahkan derajat advokat. Hingga ke titik paling rendah. Mempermalukan dirinya sendiri.

Kami berdoa semoga terhindar dari perbuatan2 yg tdk patut spt itu, bisa menjaga kepercayaan client, menjaga kehormatan profesi kami, kemuliaan profesi. Amin.

Masalah Penampilan Lawyer / Pengacara

Lawyer atau pengacara, pada dasarnya memang dalam penampilan, terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, adalah mereka yang sangat menjaga penampilan. Mereka berbusana serba mahal, asesoris-asesoris mewah, mobil mobil kelas atas, dst. Sedangkan kelompok kedua, adalah kelompok yang tidak memandang penting terhadap penampilan. Mereka tampil sederhana, lebih fokus pada penyelesaian masalah yang dihadapi client nya. Fokus pada usaha-usaha untuk meningkatkan kapasitas pribadi, agar bisa memberikan pelayanan atau solusi terbaik bagi client nya.

Tulisan ini perlu dipahami client, atau calon client, atau mereka yang sedang mencari penyedia jasa hukum, utk menyelesaikan masalah hukum yang dihadapinya. Mereka perlu memahami, bahwa penampilan-penampilan yg wah itu pada dasarnya adalah merupakan usaha membangun positioning, menempatkan dirinya sebagai pengacara papan atas. Mereka tidak menyasar client-client di lapisan bawah.

Mereka mencari client-client dari lapisan atas, kelas atas. Itu sah-sah saja. Masalahnya, apakah penampilan mewah tersebut telah disertai dengan kapasitas yang memadai? telah memiliki bekal keilmuan yang mendukung? nah disini masalahnya. Client harus paham, bahwa yang utama bagi mereka adalah mencari penyacara / lawyer yang memiliki kompetensi dan amanah. Pada dasarnya sebenarnya tidak ada urusan dengan penampilan yang wah.

Bisa jadi penampilan yang wah itu sebenarnya misleading, menimbulkan efek halo. Artinya orang menjadi silau, dan tidak melihat subtansi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah hukum yg dihadapinya. Padahal jika client sadar, penampilan yang wah itu pada dasarnya akan dibebankan pada client secara langsung ataupun tidak langsung. Siapa yang akan membiayai penampilan wah tsb jika bukan dari pemasukan yg diperoleh dari client?

Penampilan yang mewah tsb pada akhirnya akan dikembalikan kepada client pembiayaannya. Bagi kami, lebih baik penampilan itu sederhana saja, supaya tidak menjadi beban bagi client. Namun adakalanya, bahkan seringkali, client lebih terpesona pada penampilan lawyer ketimbang pada keilmuan lawyer. Disinilah perlunya lawyer atau pengacara utk melakukan edukasi kepada client atau calon client.

salah satu dari tim pengacara LBH Nurani pada saat pendampingan klien kasus pidana

Pengacara Spesialis Pidana

Pengacara, sudah tentu memiliki spesialisasi bidang sendiri-sendiri. Tidak ada pengacara yang ahli dalam semua bidang hukum, mengingat bidang hukum itu sangat luas. Benar bahwa selama perkuliahan, semua bidang hukum itu telah diberikan. Namun bukan berarti seorang pengacara akan menguasai seluruh bidang hukum tersebut secara mendalam. Sedangkan client, membutuhkan seorang pengacara yang ahli di bidang masalah yang sedang dihadapinya.

Maka hal pertama yang perlu dilakukan seorang client dalam mencari seorang pengacara adalah, memastikan bahwa pengacara yang akan dia gunakan adalah, memang seorang pengacara yang ahli di bidangnya, dan mampu menyelesaikan masalah hukum yang dihadapinya.

Bahkan satu bidang hukum itu sendiri, terus mengalami perkembangan. Sehingga seorang pengacara pidana sekalipun, juga perlu memastikan diri dia ahli di bidang pidana apa? apakah pidana umum, ataukah pidana khusus? jika khusus di bidang pidana apa? ada banyak bidang-bidang yang juga terus berkembang di bidang pidana. Misalnya pidana tipikor (tindak pidana korupsi), tentu mengikuti hukum baik materiil maupun formil khusus, dimana sebagian menyimpangi atau memiliki kekhususan dibandingkan pidana umum. Juga pidana narkotika, memiliki ketentuan-ketentuan yang berlaku khusus, yang tidak sama dengan ketentuan-ketentuan yang ada di hukum pidana umum. Contoh pidana rehabilitasi pada penyalahguna, tidak terdapat di dalam pidana umum (KUHP). Pidana tipikor juga demikian, ada banyak ketentuan-ketentuan baik secara materiil maupun formil, yang tidak sama dengan pidana umum (KUHP maupun KUHAP). Hal ini perlu dipahami baik oleh client ataupun pengacara sendiri.

Ada pengacara yang khusus di bidang perdata, itupun juga kekhususan sendiri, misalnya ahli pertanahan, atau ahli perceraian, atau ahli hukum waris, dst. Pidana juga demikian. Ada ahli pidana umum, ada ahli pidana khusus. Maka client perlu teliti dan cermat sebelum menentukan pilihan lawyernya, jangan segan-segan menguji atau menanyakan hal-hal berkaitan dengan kasusnya sebelum memutuskan untuk memilih dan meng-hire lawyer pilihannya.

Pentingnya Pendampingan oleh Pengacara Pada Proses Penyidikan

Featured

Umumnya yang sering terjadi adalah, client yang datang ketika menghadapi perkara pidana,adalah ketika sudah masuk ke pengadilan. Artinya, sudah lewat proses penyelidikan, atau bahkan penyidikan. Dalam kondisi demikian, BAP (berita acara pemeriksaan) telah selesai, dan berkas-berkas sudah lengkap, naik ke kejaksaan. Penasihat Hukum, atau pengacara dalam hal ini sudah semakin terbatas langkah-langkah yang bisa diambil. Tidak bisa mendampingi proses pemeriksaan lagi. Padahal pemeriksaan ini, sangat penting karena akan menghasilkan BAP, dan BAP inilah yang akan digunakan dalam proses persidangan nanti.

BAP tersebut, boleh disebut sebagai medan perang yang menentukan. Apa yang disampaikan dan ditandatangani di dalam BAP itulah yang akan menjadi batas-batas ‘perang’ di persidangan. Sehingga, dalam pemeriksaan, baik sebagai saksi (terutama jika berpotensi naik menjadi tersangka), adalah sangat penting untuk sejak awal berkonsultasi dengan penasihat hukum, atau lawyer, atau pengacara. Mengapa? adakalanya kesalahan kecil dalam proses pemeriksaan, dalam proses penyidikan, bisa membuat seseorang terjerat pidana. Kesalahan dalam hal apa? bisa saja terjadi karena hal sepele seperti salah memberikan penjelasan, sehingga penyidik mengalami kesalahpahaman. Atau client, ketika masih menjadi saksi misalnya, keliru dalam menyampaikan keterangan, mengakibatkan salah paham, sehingga berujung pada status tersangka, bahkan menjadi terpidana.

Pada kondisi demikianlah, seorang yang menjalani proses pidana harus berhati-hati dan sebaiknya didampingi oleh pengacara. Pengacara akan memastikan agar keterangan yang diberikan saksi/tersangka dalam pemeriksaan tidak mengalami kekaburan, atau kesalahpahaman, supaya tidak terjadi kesalahan dalam menjatuhkan pidana (oleh hakim). Pengacara akan menerjemahkan bahasa awam client ke dalam bahasa hukum kepada penyidik. Kehadiran pengacara, juga akan mengurangi resiko terjadinya penyimpangan-penyimpangan di dalam proses pemeriksaan, misalnya dari adanya intimidasi, atau pertanyaan-pertanyaan yang menjebak, dst dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Mengapa bisa terjadi demikian? adakalanya sebagian oknum, misalnya katakanlah dia dikejar ‘target’ sehingga terburu-buru dalam melakukan pemeriksaan dan perlu cepat segera menaikkan perkara, maka bisa terjadi hal-hal yang bersifat menyimpang dari ketentuan.

Satu hal lainnya adalah, pendampingan pada waktu pemeriksaan, selama penyidikan misalnya, menjadi penting karena tersangka menjadi lebih tenang dan tidak gugup. Sehingga bisa memberikan keterangan lebih baik. Dan lawyer atau pengacaranya bisa memberikan petunjuk-petunjuk bagaimana agar dalam memberikan keterangan itu tidak merugikan dirinya, dengan tidak melanggar hukum. Proses pemeriksaan ini penting, karena berkaitan sangat erat dengan pengembangan kasus, khususnya menyangkut pembuktian kelak di persidangan. Apa yang bisa, dan perlu dibuktikan di persidangan, banyak ditentukan dari proses pemeriksaan ini. Maka pihak penegak hukum, dan pihak yang terlibat dalam peristiwa hukum (baik sebagai saksi, korban, atau tersangka), perlu memahami masalah ini dengan baik, supaya pihak yang tidak bersalah, malah terjerat masalah pidana. Atau, jikapun sebagai pelaku, pihak yang bersalah, tidak dipidana melampaui / melebihi kesalahannya.

Mengajukan Gugatan Wanprestasi

Kasus Wanprestasi, merupakan salah satu kasus yang paling banyak terjadi di dalam dunia peradilan perdata, bersama dengan kasus perbuatan melawan hukum (PMH). Keduanya, merupakan pasal yang paling banyak mengalami tumpang tindih, overlap, dan kekaburan makna dalam hal hubungannya, atau dalam hal perbedaan dan persamaannya. Tidak ada kesatuan pendapat diantara para ahli hukum sendiri. Ada yg menyebutnya sebenarnya merupakan hubungan genus dan species, artinya yang satu melingkupi lainnya, atau yang satu merupakan bentuk khusus dari lainnya, ada pula yang berpendapat keduanya berbeda baik dalam substansi maupun bentuknya. Hanya saja, dalam tulisan ini, kita akan lebih fokus pada masalah wanprestasi. Biarlah perdebatan diatas menjadi perdebatan yang berada di dalam tataran teori atau akademis saja. Toh pada kenyataannya, kita melakukan gugatan wanprestasi atau PMH, sangat bergantung pada kasus per kasus. Setelah duduk perkaranya cukup jelas, barulah kita tentukan pasal mana yang paling mendekati norma yang mengaturnya.

Kembali ke topik, apa sih sebenarnya yang disebut sebagai wanprestasi itu? ternyata BW sendiri tidak menyediakan definisi secara jelas apa yang disebut sebagai wanprestasi. Padahal wanprestasi merupakan salah satu peristiwa yang sangat luas dan mewarnai dunia peradilan perdata di negara kita. Secara sederhana, umumnya ahli hukum, dapat menerima wanprestasi ditafsirkan sebagai ingkar janji. Namun secara hukum, dalam definisi yang lebih lengkap, dapatlah disebut wanprestasi adalah suatu peristiwa dimana debitor telah tidak memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik kepada kreditor, tanpa alasan yang dapat dimaafkan.

Sehinggal hal pertama yang perlu dibuktikan dalam hal ini adalah, harus terbukti adanya perikatan yang mewajibkan debitor utk berprestasi. Tanpa adanya perikatan, maka tidak ada kewajiban bagi debitor utk menjalankan, atau menunaikan kewajiban prestasi. Pada umumnya, norma yang mengatur mengenai wanprestasi ini, diatur di dalam pasal 1243 BW. Dimana pada pasal 1243 BW tersebut disebutkan:

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan

Sehingga, secara umum, dapat disimpulkan bahwa untuk adanya wanprestasi, ada dua kondisi yg secara alternatif terpenuhi, yakni dasar yang mengonstitusi terjadi wanprestasi (somasi), atau jika sudah secara nyata telah terjadi wanprestasi (ora ex mere, sudah jelas lewat waktu menurut perjanjian, dimana waktu yg ditentukan telah lewat), maka tidak perlu ada somasi. Sehingga jika yang pertama terjadi, perlu melakukan pengiriman somasi, sebelum mengajukan gugatan wanprestasi, atau bisa langsung mengajukan gugatan wanprestasi, jika memang telah cukup jelas adanya pelanggaran prestasi dari perjanjian atau perikatan yang diwajibkan atas debitor.

Dalam hal wanprestasi, memang lazimnya dikenal istilah debitor, dan kreditor. Debitor adalah pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi, sedangkan kreditor adalah pihak yang berhak menerima prestasi. Masing-masing pihak, bisa berlaku sebagai kreditor maupun debitor sekaligus. Contoh: dalam perjanjian jual beli, pembeli disatu pihak adalah kreditor dalam hal memiliki hak untuk menerima barang yang dibeli, sekaligus sebagai debitor dalam hal kewajiban melakukan pembayaran terhadap barang yang dibeli. Sedangkan wanprestasi, umumnya terjadi pada debitor dalam menunaikan prestasi yang diwajibkan terhadap dirinya, meskipun ada juga wanprestasi terjadi atas kreditor, tapi itu termasuk kasus khusus.

Pada dasarnya, terdapat tiga alasan utama dalam melakukan pembelaan terhadap claim wanprestasi agar tidak diberikan hukuman atas kelalaiannya, artinya pada umumnya debitor menggunakan salah satu dari tiga alasan berikut, yakni: overmacht, exeptio non adimpleti contractus, dan recthverworking. Masing-masing adalah kondisi memaksa, kreditor telah melakukan wanprestasi terlebih dahulu, dan kreditor telah melepaskan diri dari haknya untuk meminta ganti rugi.

Keadaan memaksa, disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan dimana debitor tdk dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan yang terjadi diluar dugaan tadi. Tidak ada pihak yang menghendaki terjadinya, tidak disengaja, hal tsb, dan tidak ada jalan baginya untuk menduga akan terjadi hal seperti itu. Sehingga, debitor dibebaskan dari kewajiban mengganti kerugian. Sedangkan alasan kedua, logika yang berlaku adalah, karena anda sudah wanprestasi duluan, maka tidak ada kewajiban bagi saya untuk menunaikan prestasi.

Asas Kesalahan Dalam Hukum Pidana

Kesalahan, sebagai asas, sebagai syarat umum pemidanaan, baru menjadi pertimbangan setelah terbuktinya suatu perbuatan pidana, setelah terpenuhinya unsur-unsur tertulis delik (bestandeel, terpenuhi sifat melawann hukum formil). Artinya, tidak ada pembahasan tentang kesalahan sebelum adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum. Dalam bahasa lebih sederhana, bisa terjadi suatu perbuatan melawan hukum, namun tidak disertai kesalahann sehingga tidak ada pidana yang dijatuhkan atau menghapuskan pidana.

Kesalahan, sebagaimana terdapat dalam frase asas kesalahan, merupakan dasar dari pertanggungjawaban pidana. Kesalahan dalam hal ini, berasal dari bahasa Belanda “schuld”, yang menyatakan bahwa “tidak ada pidana, tanpa kesalahan”. Artinya, jika pada seorang pembuat pidana tidak kesalahan, maka tidak patut menjatuhkan pidana terhadapnya. Secara kontrari, adalah tidak patut menjatuhkan pidana kepada seseorang tanpa adanya kesalahan.

Kesalahan, merupakan konsep hukum pidana yang bersifat unik, karena adakalanya kesalahan menempati unsur tertulis delik, sedangkan disisi lain, dia wajib ada sebagai unsur tidak tertulis delik. Sehingga adakalanya kesalahan terbukti sebagai unsur tertulis delik dalam bentuk kesengajaan maupun culpa, namuna dibuktikan sebaliknya sebagai unsur tidak tertulis delik (sebagai syarat umum pemidanaan). Hal inilah yang seringkali membuat bingung kalangan hukum pidana. Baik di kalangan akademisi, maupun di kalangan praktisi. Jika dalam tataran teori saja masih membingungkan, bisa dibayangkan bagaimana pula terjadi di dunia penegakannnya?

Kesalahan Sebagai Syarat Umum Pemidanaan

Kesalahan, sebagai syarat umum pemidanaan, wajib hadir. Karena tanpa kehadiran kesalahan dalam pemidanaan, maka penjatuhan pidana akan kehilangan landasan etisnya. Ke-sah-an akan turun, bahkan ke tingkat yang paling mendasar. Bertumpu pada landasan legalitas saja tidak cukup, karena akan menempatkan posisi yang sebaliknnya dari hukum progresif yakni, manusia untuk hukum. Bukan lagi hukum untuk manusia.

Karena itu, pengujian terhadap kesalahan, adalah menjadi penting. Harus dipastikan adanya kesalahan dalam penjatuhan pidana. Sedangkann ukuran kesalahan dalam doktrin masih lah minim. Banyak yang tidak jelas bagaimana menetapkan adanya kesalahan, ataupun menguji adanya kesalahan. Belum lagi mengukur besar kecilnya kesalahan, dan mengkaitkannya dengan besaran pidana yang dijatuhkan. Masalah kesalahan, adalah masalah hukum yang rumit. Masih jauh dari lahirnya kesatuan konsepsi. Masih perlu diteliti lebih mendalam, membangun konstruksi yang lebih jelas dan kuat.

Pengujiann Kesalahan

Kami memperkenalkan istilah ‘pengujian secara yuridis’ dan ‘pengujian secara etis’ kesalahan dalam satu peristiwa pidana. Dengan pengujian tersebut diharapkan akan terwujud pemidanaan yang lebih berkeadilan dalam penegakan hukum pidana.

Pendampingan Pemeriksaan : Perlukah pengacara?

Masalah pendampingan, kami sering mendapati client merasa ragu-ragu dalam hal penggunaan jasa pengacara, khususnya di awal pemanggilan. Karena kadang, pemanggilan itu sifatnya informal. Sehingga client merasa santai, kadang bahkan terlalu santai sehingga tidak waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi setelah pemeriksaan. Misalnya kemungkinan berkembangnya status menjadi tersangka.

Masalah pendampingan, memang masalah yang cukup sulit untuk disimpulkan secara sederahana, atau hitam putih dengaan jawaban perlu atau tidak, tanpa dilengkapi syarat-syarat tertentu. Jika kita simpulkan “tidak perlu ada pendampingan”, ternyata di kemudian hari masalahnya berkembang dan pemanggilan yang awalnya hanya sebagai terperiksa biasa berkembang menjadi tersangka, maka bukankah kesimpulan tersebut menjadi keliru dan berbahaya?

Sebaliknya, jika kita simpulkan pendampingan adalah perlu, ternyata sampai masalah hukumnya selesai dan tidak ada apa-apa bukankah penggunaan jasa pengacara menjadi sia-sia dan menjadi pemborosan?
Maka memang pada dasarnya yang tahu perlu atau tidaknya pendampingan adalah terperiksa itu sendiri. Terperiksa atau terpanggil harus tahu atau setidaknya memperkirakan apakah dirinya memiliki resiko terseret dalam perkembangan sebuah kasus, ataukah tidak. Harus tahu punya potensi masalahnya akan berkembang dan akan ikut menimpa dirinya atau tidak.

Jika tidak tahu, maka berusahalah mencari tahu. Salah satu caranya, adalah tanyakan ke pengacara atau advokat yang bisa dipercaya. Toh jika hanya konsultasi biayanya tidak akan besar. Hal ini jauh lebih aman daripada berspekulasi. Tidak cukup hanya berasumsi bahwa karena dirinya merasa tidak melakukan perbuatan yang dilarang (pidana), maka sudah cukup aman.

Dalam hukum pidana, ada konsep-konsep penyertaan yang memiliki daya jangkau yang luas. Yang bisa saja membuat penegak hukum menyimpulkan seseorang itu bisa dijerat pidana atau tidak. Meskipun keputusan akhirnya ada pada hakim, namun proses peradilan pidana itu sendiri bisa menimbulkan tekanan tersendiri bagi seseorang.

Maka adalah penting ketika seseorang mendapati dirinya dipanggil, atau dilaporkan seseorang ke kepolisian, untuk segera berkonsultasi dengan penasihat hukum, atau pengacara yang dia percayai. Adalah lebih baik mencegah masalah berkembang daripada konsultasi ketika masalah sudah jauh berkembang.

Ada banyak kasus terjadi, seseorang baru tergopoh-gopoh mencari nasihat hukum, ketika masalah sudah telanjur berjalan jauh. Sudah terlanjur banyak bahan-bahan yang menyudutkan ybs, atau menempatkan dirinya ke dalam situasi yang sulit untuk membela diri. Seandainya hal tersebut dilakukan sejak awal, bisa jadi kesulitan-kesulitan tersebut bisa dihindarkan.

Pemeriksaan, khususnya sebagai tersangka, meskipun adakalnya terjadi juga di dalam fase penyelidikan, atau ketika dipanggil sebagai saksi, seringkali menimbulkan tekanan psikologis tersendiri. Bahkan pada sebagian orang bisa menimbulkan stress. Stress tersebut umumnya disebabkan ketidaktahuan seseorang terhadap konsekuensi2 hukum, terhadap hukum secara umum (buta hukum), yang dihadapinya. Dalam benaknya muncul banyak kemungkinan-kemungkinan yang mungkin menyeramkan.

Bayangan peningkatan status, bayangan penangkapan, penahanan, vonis, dst. Ketakutan-ketakutan tersebut adakalanya tidak rasional. Sehingga dalam hal tsb dia membutuhkan penasihat hukum yang perlu memberikannya pengetahuan-pengetahuan hukum, bekal hukum agar memahami lebih baik terhadap proses yang sedang dijalaninya.

Maka dari itu, kami banyak menghimbau, sebelum masalah berkembang, hingga membutuhkan pendampingan di pemeriksaan, ataupun di persidangan, untuk sejak awal berkonsultasi dengan pengacara sedini mungkin. Lebih baik mengeluarkan biaya barang beberapa ratus ribu, untuk mencegah biaya hingga berjuta-juta bahkan hingga terkuras harta benda nya karena tidak melakukan antisipasi dengan baik terhadap potensi masalah hukum yang dihadapinya.

Pengacara Pidana Lurus : Client Harus Paham

Featured

Ada yang menyebutnya sebagai pengacara idealis. Ada yang menyebutnya sebagai pengacara aliran putih. Prinsipnya mereka adalah golongan pengacara yang memilih untuk mengedepankan mengikuti proses hukum yang benar, dalam menyelesaikan kasus yang dihadapi client nya. Tidak berusaha menggunakan jalur-jalur alternatif, yang sebenarnya berpotensi melanggar hukum. Menyelesaikan masalah hukum, tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar hukum.

Proses hukum, khususnya proses hukum pidana, adalah proses yang banyak menakutkan orang, terutama jika yang bersangkutan terlibat di dalamnya sbg tersangka.

Hampir segala cara akan muncul di benaknya, dan disitulah pilihan itu muncul, apakah akan menempuh jalur hukum yang lurus, ataukah menempuh jalur ‘alternatif’? Godaan ini akan muncul begitu kuatnya dan muncul berulang kali dalam perjalanan proses pidana.

Akan ada begitu banyak tawaran penyelesaian, yang bagi si tersangka itu sendiri tidak benar-benar paham yang ditawarkan itu sebenarnya solusi atau bukan. Contoh: ada yang menawarkan penangguhan penahanan untuk angka sekian. Untuk apa penangguhan penahanan jika ujung-ujungnya juga adalah akan ditahan dan divonis berat? atau ada yang menawarkan pengenaan pasal yang ringan terhadapnya, sedangkan yg menawarkan itu sebenarnya tidak berwenang menentukan pasal. Bukankah pemberian terhadap penawaran spt itu hanya akan melahirkan kesia-siaan?

Maka, adalah sangat penting bagi client kami untuk memahami bahwa menjalani proses hukum yang lurus pada dasarnya adalah pilihan yang utama dan pertama.

Cari pengacara yang benar-benar kompeten dan amanah dalam mendampingi menjalani proses hukum pidana supaya tidak terbawa ke proses hukum alternatif tadi.

Budaya Instant Dalam Mencari Solusi Hukum

Sudah banyak sekali cerita bagaimana seorang tersangka telah menghabiskan dana begitu besar namun tidak membantunya barang sedikit pun dlm menjalani proses hukum, dan berakhir dengan vonis pidana yang tinggi. Itu karena untuk menyelesaikan masalah hukum, sesungguhnya memang harus berdasarkan hukum. Dengan menggunakan ilmu hukum, penguasaan konsep konsep hukum, memahami dan menguasai hukum materiil dan formil pidana. Mampu membangun konstruksi pembelaan yang baik. Dst. Bukan dengan pendekatan-pendekatan lain di luar hukum. Dan sedihnya aspek tersebut jarang dipahami orang. Barangkali budaya instant telah merasuk ke dalam hukum, ingin menyelesaikan masalah secara instant meskipun itu sebenarnya lebih banyak fatamorgana.

Maka yang biasa kami tawarkan ke calon client adalah, jika bapak/ibu ingin berjuang melalui jalur hukum yg lurus, silakan hubungi kami. Kami akan bantu membela hak-hak anda sebaik-baiknya. Jika ingin menggunakan cara lain, maka kami bukan orang yang cocok.

Kami akan mempelajari kasus yang dihadapi secara mendalam, lalu membangun konstruksi penyelesaian hukum nya yang terbaik, di dalam batas-batas yang diijinkan oleh hukum. Jika anda tidak bersalah, maka kami akan berjuang supaya tidak dijatuhkan pidana. Jika anda memang bersalah, kami akan berjuang untuk mengusahakan pidana yang ringan atau tidak melebihi kesalahan anda. Demikian biasa kami sampaikan kepada calon client kami.

Edukasi Hukum

Dan alhamdulillah, pelan-pelan calon client mulai terbuka matanya. Dan bisa menerima masukan kami. Memang diperlukan edukasi hukum bagi mereka yang awam, menjalani proses hukum pidana. Mereka perlu tahu ada pilihan utama dan pertama yang perlu diperhatikan dengan seksama. Daripada sudah uangnya habis dan tetap dipidana berat, bukankah lebih baik uangnya dihemat, cukup bayar pengacara untuk mendampingi spy tidak terjerumus ke dalam proses hukum yang salah?

salah satu dari tim pengacara LBH Nurani setelah sidang pendampingan klien kasus sengketa industrial

Menyelesaikan Masalah Pinjol: Perhatikan Hal-hal berikut

Berikut ini daftar hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyelesaikan masalah pinjaman online bagi para debitor:

  1. Masalah utang piutang adalah masalah biasa. Bukan aib. Bukan dosa. Bukan hal untuk dibuat stress. Jangan sampai hanya karena utang, bikin anda stress, sampai sakit, apalagi sampai masuk rumah sakit. Naudzubillah. Tidak worth it sama sekali. Maka, sekalipun anda punya utang / pinjaman online, jangan biarkan hal tsb menganggu kesehatan anda. Ada kami temukan client menghadapi masalah utang saking stress nya sampai masuk rumah sakit. Akhirnya kerugiannya malah menjadi berlipat-lipat. Bahkan adakalanya sampai kena PHK, atau bahkan rumah tangga berantakan karena uatng. Jangan sampai terjadi, ok? masalah utang, biarlah tetap menjadi masalah utang. Jangan sampai menjadi masalah kesehatan, atau rumah tangga, atau menjadi masalah kerja/pekerjaan.
  2. Masalah utang, bagaimanapun, tetaplah memiliki itikad untuk menyelesaikan. Hindari utk mengemplang, kecuali ada sebab yang kuat dan bisa dibenarkan, baik secara hukum, maupun secara akal sehat (logis). Jika memiliki kesulitan melunasi, lakukan negosiasi. Jika sulit, paksakan negosiasinya secara agak keras. Negosiasi kadang meamang perlu usaha ekstra, perlu strategi yang tepat. Masalah utang piutang, berdiri diatas asas pact sunt servanda. Artinya janji harus ditepati. Memiliki kandungan nilai yang mulia, yakni kita adalah manusia yang bisa dipercaya.
  3. Menghadapi penagihan dari DC (debt collector), tidak usah dibuat stress. Dibuat ringan saja. Jika diminta untuk segera melakukan pembayaran, bilang saja gak ada duit. Jika diancam mau datang, bilang saja tdk terima tamu, lagi musim covid, hubungan lewat imel saja. Jikapun memang datang ke rumah, ya sudah bilang saja gak ada duit. Tidak ada kewajiban untuk menerima DC masuk ke rumah. Temui di halaman saja spy tdk berlama-lama. Jika DC berulah, rekam saja sbg bukti. Hindari stress dan emosi dalam menghadapi DC. Kalo mengancam, memaki, dst, maka sampaikan itu perbuatan pidana, dan bisa dilaporkan ke polisi. Tidak usah balas dengan kata-kata kasar.
  4. Jangan melakukan pembayaran sebelum jelas peruntukannya. Jika memang kesulitan sekali, minta restrukturisasi, reskeduling. Minta hapus denda, hapus bunga. Jangan sampai sudah mengusahakan pembayaran susah payah, eh cuma diakui sebagai pembayaran terhadap bunga saja, atau denda saja misalnya. Rugi banget. Pastikan bayar hanya ke pokoknya. Jika masih kesulitan, sampaikan kemampuan dan kesanggupan nya. Jangan memaksakan diri. Jangan sampai menjanjikan skema pembayaran yang masih berat. Itu akan menjadi masalah baru (wanprestasi) lagi.
  5. Kemungkinan terburuk dari masalah pinjol, atau sebenarnya kemungkinan proses terjauh (karena sebenarnya bukan terburuk), adalah dibawa ke pengadilan (bukan ke polisi, melainkan digugat perdata ke pengadilan negeri karena wanprestasi, alias ingkar janji). Ini malah kesempatan bagus untuk membela diri secara resmi, sah, yuridis. Daripada harus nego dengan DC dan fintech yang belum tentu mau mendengarkan. Lebih baik sampaikan ke hakim. Disinilah perlunya memiliki bukti komunikasi dengan fintech. Maka biasakan berkomunikasi dengan mereka lewat imel. BUKAN LEWAT TELPON. Bukti imel akan menjadi bukti yang kuat, dan tertulis. Contoh: sampaikan permohonan keringanan pembayaran lewat imel. Proses negosiasi lewat imel. Dst. Itu akan menunjukkan anda punya bukti yang kuat ketika harus berperkara di pengadilan.
  6. Jangan tutup komunikasi, Tapi batasi komunikasi. Menutup komunikasi menunjukkan itikad buruk, tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan masalah pinjaman. Namun juga jangan habiskan waktu untuk melayani debt collector jika sudah mulai gagal bayar. Segera kirimkan imel ke fintech nya, sampaikan bahwa komunikasi hanya lewat imel.
  7. Jika DC melakukan penyebaran data, mengirim pesan ke kontak anda, sampaikan ke fintech nya somasi, bahwa perbuatan DC nya sudah merupakan perbuatan pidana, dan karena pasal yg dikenakan adalah dalam wilayah UU ITE, maka perusahaannya juga bisa diminta pertanggungjawaban, dan terbuka peluang untuk dilaporkan dan digugat karena hal tersebut merupakan perbuatan yang mengandung muatan pencemaran nama baik.
  8. Pada umumnya, pinjol merupakan kasus yang ringan sebenarnya. Hanya saja, banyak debitor adalah baru pertama kali memiliki pinjaman dan kaget dengan sistem penagihan yang agresif dari pihak DC (debt collector). Pinjol kasus ringan karena tidak ada agunan yang menjadi jaminan. Nilainya juga relatif kecil jika dibandingkan credit card. Sistem penagihan juga umumnya bersifat verbal saja, itupun hanya lewat online (chat dan telpon). Berbeda dengan kartu kredit yang lebih pressing. Atau leasing motor. Pinjol jauh lebih ringan, jika tidak kami katakan paling ringan. Bahkan adakalanya pinjaman dari teman itu lebih memberikan pressure, malah seringkali punya peluang untuk melebar masalahnya. Pinjol sangat ringan. Hanya masalah akses mereka terhadap hape kita itu saja yg rawan kemana-mana, dan perlu diantisipasi dan mental yang kuat.

Demikian untuk sementara hal-hal yang bisa kami sampaikan. Semoga bisa membantu anda yang sedang bermasalah menghadapi masalah pinjaman online, untuk bisa berpikir dengan tenang, dan menyelesaikannya secara baik-baik.

Menyelesaikan Masalah Pinjol (Lagi)

Ada banyak sekali client konsultasi masalah pinjol. Maka kami putuskan untuk menuliskan masalah ini sekali lagi. Karena begitu banyaknya pertanyaan yang datang, begitu banyak debitor yg stress ketika mengalami gagal bayar (galbay), dan mulai menghadapi masalah ketika debt collector mulai menjalankan peran mereka. Menagih. Mengirim SMS, WA, telpon, dst baik ke debitor, maupun ke orang2 disekitarnya yg umumnya terdapat di dalam daftar kontak mereka.

Pertama, kami tekankan kepada para client tersebut bahwa utang harus dibayar. Karena dalam hukum (perdata) berlaku asas pacta sunt servanda. Janji harus ditepati, utang harus dibayar. Hal tersebut merupakan asas utama dalam hukum perdata. Bisakah anda bayangkan ketika janji tidak perlu ditepati, dan utang tidak perlu dibayar? maka rusaklah sendi-sendi hukum perdata kita. Rusak kepercayaan kita terhadap sesama.

Pandangan kami diatas, kami sadari berbeda dengan pendapat-pendapat hukum sebagian besar praktisi hukum, atau konsultan hukum, atau setidaknya memberikan nasihat hukum, yang banyak beredar di medsos, bahwa hutang terhadap pinjol sebaiknya tidak usah dibayar. Dengan berbagai alasan, mulai dari subyek hukum atau kreditornya tidak legal (dan benar, sebagian besar pinjol tidak terdaftar di OJK), sampai sistem penagihan DC (debt collector) mereka yang telah banyak melanggar norma hukum pidana, shg mereka menggunakannya sebagai pembenaran untuk tidak perlu melunasi utang/pinjaman.

Kami tetap berpendapat bahwa utang perlu dilunasi. Dan itu selaras dengan ajaran agama.
Kedua, bahwa debitor mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran, entah karena kesulitan ekonomi akibat terkena PHK, atau bisnisnya tidak berjalan, atau alasan lainnya, maka sebenarnya hukum memberikan jalan untuk menyelesaikan. Ada sebab-sebab yang sah di dalam hukum, yang dapat menggugurkan atau meringankan, atau merundingkan kembali penyelesaian utang piutang tersebut. Pihak penyedia pinjol (fintech) harus menyediakan mekanisme ketika pihak debitor mengalami kesulitan pembayaran. Baik itu berupa mekanisme reskeduling (penjadwalan ulang, memberikan tempo pembayaran yang meringankan debitor), atau restruktur, atau pemotongan bunga, atau denda, bahkan jika perlu pemotongan pokok.

Mekanisme-mekanisme tersebut pada dasarnya adalah bertujuan win-win solution. Tidak hanya menguntungkan kreditor (fintech), tapi juga membantu debitor. Bukankah mekanisme2 tadi tetap lebih menguntungkan bagi pihak fintech ketimbang harus bertarung di pengadilan untuk menyelesaikan macetnya pembayaran debitor? Menyelesaikan masalah pinjol lewat pengadilan adalah pemborosan bagi fintech. Belum tentu putusan akan menguntungkan pihak mereka pula, terutama jika debitor punya argumentasi dan alasan yang kuat terhadap ketidakmampuannya membayar (gagal bayar), misalnya karena force majeur.

Keuntungan bagi fintech tsb diatas, seringkali disembunyikan. Tidak dibuka. Dan debt collector tetap melakukan tugasnya menagih, bahkan kadang berlebihan dengan cara meneror, mengancam, mencemarkan nama baik, dst. Itu sebenarnya sudah cara-cara kuno yang tidak menguntungkan bagi fintech sendiri di masa depan. Orang menjadi takut meminjam lewat mereka. Membunuh masa depan fintech sendiri. Kami berpendapat, fintech sebaiknay menggunakan cara-cara yang lebih bersahabat, bermartabat dalam melakukan penagihan.

Dan jangan lupa, kegiatan menagih para debt collector tsb seringkali, setidaknya rawan sekali, masuk wilayah pidana. Mengancam, menuduh, mencemarkan nama baik, dst banyak sekali perbuatan pidana yang seringkali terkandung di dalam kegiatan menagih (collecting) mereka. Kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat. Mereka paham perlindungan hukum. Satu-satunya jalan terbaik adalah: edukasi para debitornya. Bangun sistem yang adil bagi mereka untuk menyelesaikan pinjaman mereka.
Bagi debitor sendiri, peminjam, tidak perlu takut dengan urusan pinjaman online dalam arti, pertama, itu adalah urusan perdata. Jauh dari pidana dan penjara. Jauh dari urusan polisi. Namun sadari, utang tetaplah utang. Akan dibawa mati, dan diwariskan. Sehingga utamakan tetap menyelesaikan, meskipun hanya pokoknya. Ajukan keringanan lewat imel ke perusahaan fintech nya masing-masing. Dengan cara demikian, ada jalan tengah bagi masing-masing pihak. Toh pinjol itu, karena tanpa jaminan, dugaan saya telah diasuransikan. Sehingga jika pun macet, mereka tidak ada masalah.
Namun demikian saya mengingatkan debitor, sekalipun itu perkara perdata, bagaimana pun itu tetap resiko hukum. Sebaiknya susun rencana bagaimana cara menyelesaikan/melunasi pinjaman. Tidak usah takut-takut untuk melakukan negosiasi layaknya anda pinjam ke teman atau sodara sendiri ketika mengalami kesulitan bayar. Ajukan pengajuan resmi lewat imel agar tercatat. Imel ini akan menjadi bukti itikad baik debitor, dan menjadi bukti adanya komunikasi (karena banyak debitor nakal yang mematikan hape, karena stress atau memang nakal)

Sehingga kami selalu menyarankan client debitor utk tetap menjaga itikad baik, tetap menjaga komunikasi, meskipun kami juga menyarankan terhadap DC yang melampaui batas utk diblokir saja, komunikasi lebih baik lewat imel untuk menghindari teror. Dan tolak kegiatan collecting/menagih dengan cara datang ke rumah karena ini sedang musim covid (apalagi di banyak kota sudah berlaku PSBB).