Pertanyaan:
Bisakah perselingkuhan dipidanakan?
Jawaban:
Seluk Beluk Hukum dalam Perselingkuhan
Pada dasarnya, istilah perselingkuhan tidak dikenal dalam konsep hukum pidana kita. Artinya, karena tidak ada pengaturan pidana tentang perselingkuhan, maka sesuai dengan asas legalitas, maka tidak bisa menjatuhkan pidana terhadap perselingkuhan.
Namun demikian, perselingkuhan sebagai perbuatan melanggar norma, juga tidak memiliki batasan yang jelas. Sejauh mana sebuah perbuatan dianggap sebagai perselingkuhan? Kata-kata mesra? atau hingga harus sampai terjadi hubungan suami istri?
Sehingga, kita harus menunggu batasan yang jelas dari pembuat undang-undang (legislatif bersama eksekutif) dari apa yang disebut perselingkuhan dan dimasukkan ke dalam uu, lalu diundangkan. Sampai hal tersebut dilakukan, maka belum ada pemidanaan terhadap perselingkuhan.
Namun, dari banyaknya macam atau bentuk perselingkuhan yang biasa dikenal dalam masyarakat, ada bentuk-bentuk perbuatan yang bisa dipidana. Maksudnya adalah, perselingkuhan itu kan bisa terdiri dari banyak perbuatan yang lebih detil. Misalnya, perzinahan, pentransmisian gambar atau foto yang melanggar kesusilaan, atau kata-kata cabul yang melanggar kesusilaan (chat), dst.
Beberapa bentuk perbuatan dari perselingkuhan yang bisa dipidana diantaranya adalah:
Perzinahan (overspell).
Pasal 284 ayat (1) KUHP menyatakan:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan seorang pria yang telah kawin yang melakukan zina (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.
Permasalahan dari perzinahan ini adalah ada pada pembuktiannya yang seringkali rumit. Mengapa? karena perbuatan tersebut umumnya dilakukan di dalam ruangan tertutup. Bekasnya juga tidak selalu ada. Sehingga ibarat buang angin, nyata baunya, sulit dilihat bentuknya. Tentu teknologi membantu. Bisa dilakukan visum terhadap si perempuan jika terjadi hubungan badan, sehingga dihasilkan alat bukti surat, yang cukup kuat kekuatannya dalam proses pembuktian di pengadilan.
Pembuktian merupakan roh dari peradilan. Tanpa bukti yang kuat, tuntutan hanya akan sia-sia dan buang waktu. Bahkan bisa menjadi bumerang bagi si pelapor. Maka sebelum menggunakan pasal perzinahan, harap pastikan telah ada bukti-bukti yang kuat. Jangan hanya karena emosi secara membabi buta melakukan pelaporan.
2. Mengirimkan gambar telanjang (foto)
Perbuatan ini, akan melanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE, yang pada prinsipnya adalah larangan untuk melakukan transmisi atau distribusi terhadap muatan elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan.
Pembuktian terhadap perbuatan ini umumnya relatif lebih mudah terutama jika buktinya telah jelas, dan bisa dicetak atau screenshot.
3. Kata-kata cabul, obrolan mesum lewat chat.
Perbuatan ini juga masuk dalam jangkauan Pasal 27 ayat (1) UU ITE diatas.
4. Penelantaran
Adakalanya, si istri karena ditinggal selingkuh, dan suami keluar dari rumah, anak dan istrinya ditelantarkan, tidak diberikan nafkah. Perbuatan ini juga termasuk penelantaran.
5. KDRT
Akibat perselingkuhan, kadangkala timbul gesekan di dalam rumah tangga, dan akibatnya timbul pertengkaran lalu terjadi kekerasan terhadap istri. Dalam hal ini terjadi pelanggaran terhadap UU PKDRT (penghapusan kekerasan dalam perbuatan rumah tangga). Alat bukti paling kuat dalam hal ini adalah visum et repertum. Ketika terjadi kekerasan segera lapor ke SPKT polres atau polsek terdekat untuk lapor dan diarahkan untuk melakukan visum. Kelak, alat bukti tersebut itulah yang akan berbicara kuat di persidangan.
Pasal-pasal tersebut meskipun mengatur secara tegas perbuatan-perbuatan dimaksud, pada dasarnya tidak mengatur secara langsung dari perselingkuhan itu sendiri. Karena tidak semua perselingkuhan memiliki unsur perbuatan-perbuatan diatas. Sehingga langkah diatas hanyalah sebagai penafsiran secara analitis, sempit terhadap sebagian dari rangkaian perbuatan perselingkuhan.