Sebagaimana kami sampaikan dalam tulisan sebelumnya, setiap pengacara pada dasarnya memiliki kekhususan tersendiri, artinya ada bidang-bidang hukum yang dia memang mendalaminya, entah itu karena skripsinya dulu tentang bidang tersebut, atau tesisnya, atau bahkan disertasinya, atau karena kebetulan banyak menangani kasus di bidang tersebut.
Kemudian, setiap bidang hukum juga memiliki ke-khas-an tersendiri. Hukum pidana, berbeda jauh dengan hukum perdata, dalam banyak hal. Misalnya di perdata penggugat berhadapan dengan tergugat secara langsung, atau jika sama sama menggunakan pengacara, maka akan terjadi pengacara berhadapan dengan pengacara, maka di dalam hukum pidana, tergugat (diwakili oleh penasihat hukum atau pengacara) berhadapan dengan JPU (jaksa penuntut umum).
Dalam hukum tipikor (sebagai uu lex spesialis, yakni uu yang bersifat khusus, diluar pidana umum, atau KUHP), terdapat banyak kekhususan yang tidak banyak dipahami oleh pengacara pada umumnya atau pengacara yang biasa menangani pidana umum (tipikor termasuk pidana khusus). Sehingga adalah mutlak bagi seorang client yang tersangkut kasus tipikor untuk menggunakan jasa pengacara yang memiliki kemampuan di bidang hukum tipikor (UU NO 20/2001 jo 31/99). Memahami konsep-konsep dasarnya, hingga sejarahnya, agar mampu memberikan pembelaan/argumentasi hukum yang baik bagi client nya.
Sebagaimana diketahui, 80% lebih mereka yang terjerat kasus tipikor, dijerat dengan dua pasal utamanya saja, yakni Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor. Dua pasal tersebut boleh dibilang sebagai pasal sapujagat nya hukum tipikor. Meskipun perbuatan korupsi sesungguhnya memiliki banyak bentuk, termasuk suap menyuap, gratifikasi, dst, namun dua pasal tsb lah yang paling banyak digunakan baik oleh KPK maupun oleh kejaksaan untuk melakukan dakwaan dan penuntutan.
Kebetulan kantor kami juga ada tenaga yang menguasai bidang hukum tipikor. Dimana hal tersebut merupakan keuntungan tersendiri jika ada client yang membutuhkan pendampingan kasus tipikor.